Pages

Subscribe:

Labels

Senin, 26 Desember 2011

Negeri Di Barat Negeri

Di ujung barat negeri
Ada propinsi bernama negeri
Konon banyak orang baik hati
Sayang, belum pernah ku singgahi

Disana bekas perang
Kegaduhan yang menghancurkan
Disana pernah tsunami
Menghanyutkan kegembiraan

Aku mencintai negeri ini
Sedalam dan sepenuh hati
Suatu hari nanti
Aku akan menginjakkan kaki
Di bumi Nanggroe Aceh Darussalam

Kamis, 15 September 2011

Aku Masih Sangat Hafal Nyanyian Itu


 Karya: A. Mustofa Bisri



Aku masih sangat hafal nyanyian itu
Nyanyian kesayangan dan hafalan kita bersama
Sejak kita di sekolah rakyat
Kita berebut lebih dulu menyanyikannya
Ketika anak-anak disuruh
Menyanyi di depan klas satu-persatu
Aku masih ingat betapa kita gembira
Saat guru kita mengajak menyanyikan lagu itu
bersama-sama
Sudah lama sekali
Pergaulan sudah tidak seakrab dulu
Masing-masing sudah terseret kepentingannya sendiri
Atau tersihir pesona dunia
Dan kau kini entah dimana
Tapi aku masih sangat hafal nyanyian itu, sayang
Hari ini ingin sekali aku menyanyikannya kembali
Bersamamu

Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Selalu dipuja-puja bangsa
Disana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata

Aku merindukan rasa haru dan iba
Di tengah kobaran kebencian dan dendam
Serta maraknya rasa tega
Hingga kini ada saja yang mengubah lirik lagu
Kesayangan kita itu
Dan menyanyikannya dengan nada sendu

Indonesia tanah air kita
Bahagia menjadi nestapa
Indonesia kini tiba-tiba
Selalu dihina-hina bangsa
Disana banyak orang lupa
Dibuai kepentingan dunia
Tempat bertarung merebut kuasa
Sampai entah kapan akhirnya

Sayang, dimanakah kini kau
Mungkinkah kita bisa menyanyi bersama lagi
Lagu kesayangan kita itu
Dengan akrab seperti dulu


Sabtu, 02 Juli 2011

Tersenyumlah Saat Kau Mengingat Tentang Kita

    Waktu terasa semakin berlalu
    Tinggalkan cerita tentang kita
    Akan tiada lagi kini tawa mu
    Tuk hapuskan semua sepi di hati
 
    Ada cerita tentang aku dan dia
    Dan kita bersama saat dulu kala
    Ada cerita tentang masa yang indah
    Saat kita berduka, saat kita tertawa

    Teringat disaat kita tertawa bersama
    Ceritakan semua tentang kita....
    by. Peterpan


Sahabat saya menuliskan lirik lagu Peterpan diatas dalam suratnya bulan lalu. Dia mengirimkannya bersama hadiah yang khusus dibuatkan untuk ulang tahun ku. Sejak jauh-jauh hari, dia sudah katakan akan memberiku hadiah. Aku terharu, meski terpisah jarak yang begitu jauh, dia tetap ingat.

Tepat setahun sejak perpisahan yang tragis itu, aku tak pernah melihatnya lagi. Tiba-tiba kebersamaan kami berakhir dalam sekejap. Aku merasa sedih, mungkin juga shock, karena harus kehilangan 2 orang yang ku kasihi sekaligus saat itu; sahabat dan kekasih ku. Tapi tentu saja aku tak bisa menentang keadaan yang telah digariskanNya. Ikhlas, kata itu yang terus ku dengar dari nasihat teman-teman ku.

Aku pun tahu, dia disana juga sama sedihnya. Bahkan mungkin lebih sedih dari ku. Pertemuan terakhir ku dengannya saat 'My Crazy Birthday Party' di Forbik tahun lalu. Dan kemudian, aku tak pernah melihatnya lagi. Dia memberiku sebuah hadiah, warna kesukaan ku: hijau, yang terus ku simpan hingga kini.

Aku ingin katakan hal yang sama yang kau rasakan.
Semua kenangan tentang hari-hari kebersamaan kita.
Saat senang, saat sedih.
Saat kau hanya percaya aku untuk menceritakan keluh kesah mu.
Saat kita sibuk bergosip di Yahoo Messenger.
Saat kita curhat via inbox Facebook.
Atau saat kita saling meneruskan email-email lucu.

Aku ingin katakan hal yang sama yang kau rindukan.
Aku rindu duduk berdampingan menikmati senja di Monas.
Rindu berfoto narsis di semua tempat yang kita lalui.
Atau rindu saling merajuk meminta ice cream. Aku rindu, sangat merindumu.

Apa kau percaya suatu hari nanti kita bisa menikmati lagi semua yang telah kita lalui?
Percayalah, selalu ada harapan dalam hidup ini.
Karena harapanlah yang membuat hidup kita menjadi bermakna, untukmu, untukku, untuk kita.
Jadi, ayolah kita percaya bahwa harapan itu selalu dan masih akan ada.

Jangan bersedih, jangan bersedih...
Tersenyumlah saat kau sedang mengingat tentang kita :)


Untukmu, gadis di ujung timur negeri, Merauke, Papua; Yohana Maria Venesia

Kamis, 12 Mei 2011

Wanita Mudah Menangis

Wanita sangat mudah menangis. Entah itu sesuatu yang menyedihkan atau membahagiakan... wanita selalu mudah meneteskan airmatanya. Entah karena masalah hidup atau nonton sinetron/film yang sedih pun, wanita dengan mudah bisa menangis. Gak semua wanita sih, ada juga yang gak mudah menangis, tapi mayoritas wanita MM = Mudah Menangis :P

Saya juga termasuk ke golongan wanita yang mudah menangis. Akut malah. Entah itu karena lagi beneran sedih, ada masalah keluarga, masalah pribadi, masalah ma pacar, nonton sinetron/film yang sedih, lihat kecelakaan di jalan, bahkan kalau hormon lagi gak stabil (PMS) saya bisa tiba-tiba menangis hanya untuk sekedar meluapkan emosi yang berlebihan menjelang si bulan datang, hehehe.. (mungkin karena itu, cewe begitu menyebalkan kalo lagi datang bulan :P).

Saya ingat suatu hari di tahun 2009 lalu, saya yang kebetulan sedang PMS dan juga ada sedikit masalah di kerjaan, pulang lebih awal dari kantor. Setibanya di rumah, entah kenapa tiba-tiba emosi saya begitu meledak-ledak. Perasaan marah, kesal, sebel campur jadi satu. Dan satu-satunya pelampiasannya adalah : menangis. Tapi, saat itu saya tidak ingin menangis sendirian. Saya mau ada yang mendengarkan saya menangis (nyebelin banget yak? Hihihi :D).

Saat itu saya punya pacar yang cukup sabar jika saya berada dalam kondisi labil :P. Segeralah saya telepon dia dan dengan polosnya bilang :
“Ai... aku lagi sedih, pengen nangis”
“Kenapa kok sedih?”
“Gak tahu, kesel aja bawaannya, cuma pengen nangis aja sekarang”
“Yauda, nangis lah”

Sekitar 10 menit saya menangis, menumpahkan segala emosi yang bersarang di kepala yang lumayan bikin cenat-cenut (emosi selain menguras energi, juga bisa bikin sakit di kepala, karena itu harus dikeluarkan :D). Setelah suara tangisan saya mereda, pacar saya tanya :
“Sudah selesai nangisnya?”
“Udah”

Kebetulan dia sedang memegang gitar, lalu mulailah dia menyanyi lagu yang dia tahu cewek-cewek bisa meleleh dengernya :P. Saat itu, dia menyanyikan lagu “You Took My Heart Away”-nya MLTR (yang kemudian menjadi lagu favorit saya :P). Usai lirik terakhir, dia tanya lagi :
“Perasaan mu sudah lebih baik?”
“Udah”
“Kamu ada masalah apa?”
Mulailah saya cerita, “Iya, tadi aku bla..bla..bla...
Setelah saya ceritakan masalah yang sebenarnya sepele itu, mulailah dia memberi wejangan.

“Dengar, masalah mu sebenarnya sepele, tapi aku gak tahu kenapa kamu sampai histeris nangis gini. Apa itu karena pengaruh hormon mu yang mau datang bulan ya gak tahu juga. Tapi dengar beib, kamu harus bisa mengontrol emosi mu mulai sekarang. Kamu tahu? laki-laki paling gak bisa dengar perempuan nangis, kami jadi bingung apa yang mau kami perbuat untuk menghentikan kalian (perempuan) yang menangis. Apalagi dirimu yang nangis, makanya tadi aku diemin aja kamu nangis. Aku tahu perempuan itu mudah menangis, tapi jika ada masalah sedikit terus nangis, gak benar juga begitu. Aku suka wanita yang tegar, dan aku mau dirimu jadi wanita yang tegar dengan mengontrol emosi mu, paham?”

“Paham, ai. Maaf ya.”
“Bagus kalau sudah paham. Yasudah, aku lanjutin kegiatan ku lagi ya. Kamu istirahat lah”
“Iya, makasih”
Klik. Telepon ditutup.
 -----

Sejak itu saya belajar untuk tidak menuruti emosi yang sebenarnya hanya sesaat. Jika pun mau menangis, dipikir lagi seberapa penting meluapkannya dalam tangisan. Kalau yang benar2 sediiiihh banget, baru deh saya nangis, hoho :P
(Jadi ingat, baru2 ini saya menangis selama 5 menit dan memaksa sahabat saya mendengarkannya di telepon, hahaha..)

Lagipula, saya memang harus kuatkan diri saya agar tidak terlalu mudah menangis. Karena, tak lagi ada dia yang menghibur saya dan memberikan nasehat kedua kalinya tentang pengontrolan emosi dan meminimalisir tindakan menangis. Untuknya, saya ucapkan terima kasih, bersama kamu banyak hal yang saya pelajari dan pahami. Tetap semangat ! :-)



Wiwietz  
12 May 2011

Senin, 21 Maret 2011

Tak Tertinggal

Di sudut kursi kayu bandara
Aku pernah menangisi kamu yang pergi
Di balik kumpulan awan yang beriring
Pesawat membawamu tak berpaling

Sempat harap kamu keluar dari pintu
Menatap dan berucap, bahwa kau cintai aku
Sama seperti rasaku saat itu
Tapi itu hanya khayalan semu
Nyatanya kau masuk dan berlalu

Di sudut kursi kayu bandara
Aku pernah menangisi harapanku sendiri
Di balik kumpulan awan yang beriring
Aku tahu bahwa yang pergi, tak harus lagi kembali

Selamat tinggal !



DW, Maret 2011
Terminal 1B Bandara Soekarno Hatta

Kamis, 17 Maret 2011

"Say YES to GAMBARU" (Belajar Menyikapi Bencana Dari Jepang)

----- Copas dari notes sebelah -------


"Say YES to GAMBARU!"

Oleh. Rouli Esther Pasaribu (Mahasiswa Indonesia di Jepang)


Terus terang aja, satu kata yang bener2 bikin muak jiwa raga setelah tiba di Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan. Muak abis, sumpah, karena tiap kali bimbingan sama prof, kata-kata penutup selalu:  motto gambattekudasai (ayo berjuang lebih lagi), taihen dakedo, isshoni gambarimashoo (saya tau ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama), motto motto kenkyuu shitekudasai (ayo bikin penelitian lebih  dan lebih lagi).

Sampai gw rasanya pingin ngomong, apa ngga ada kosa kata lain selain GAMBARU? apaan kek gitu, yang penting bukan gambaru. Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang2 cemen gitu2 aja yang kalo males atau ada banyak rintangan, ya udahlah ya...berhenti aja.

Menurut kamus bahasa jepang sih, gambaru itu artinya : "doko made mo nintai shite doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha abis-abisan).

Gambaru itu sendiri, terdiri dari dua karakter yaitu karakter "keras" dan "mengencangkan". Jadi image yang bisa didapat dari paduan karakter ini adalah "mau sesusah apapun itu persoalan yang dihadapi, kita mesti keras dan terus mengencangkan diri sendiri, agar kita bisa menang atas persoalan itu" (maksudnya jangan manja, tapi anggap semua persoalan itu adalah sebuah kewajaran dalam hidup, namanya hidup emang pada dasarnya susah, jadi jangan ngarep gampang, persoalan hidup hanya bisa dihadapi dengan gambaru, titik).

Terus terang aja, dua tahun gw di jepang, dua tahun juga gw ngga ngerti, kenapa orang2 jepang ini menjadikan gambaru sebagai falsafah hidupnya.

Bahkan anak umur 3 tahun kayak Joanna pun udah disuruh gambaru di sekolahnya, kayak pake baju di musim dingin mesti yang tipis2 biar ngga manja terhadap cuaca dingin, di dalam sekolah ngga boleh pakai kaos kaki karena kalo telapak kaki langsung kena lantai itu baik untuk kesehatan, sakit2 dikit cuma ingus meler2 atau demam 37 derajat mah ngga usah bolos sekolah, tetap dihimbau masuk dari pagi sampai sore, dengan alasan, anak akan kuat menghadapi penyakit jika ia melawan penyakitnya itu sendiri.

Akibatnya, kalo naik sepeda di tanjakan sambil bonceng Joanna, dan gw ngos2an kecapean, otomatis Joanna ngomong : Mama, gambare! mama faitoooo! (mama ayo berjuang, mama ayo fight!).

Pokoknya jangan manja sama masalah deh, gambaru sampe titik darah penghabisan it's a must!

Gw bener2 baru mulai sedikit mengerti mengapa gambaru ini penting banget dalam hidup, adalah setelah terjadi tsunami dan gempa bumi dengan kekuatan 9.0 di jepang bagian timur. Gw tau, bencana alam di indonesia seperti tsunami di aceh, nias dan sekitarnya, gempa bumi di padang, letusan gunung merapi....juga bukanlah hal yang gampang untuk dihadapi. Tapi, tsunami dan gempa bumi di jepang kali ini, jauuuuuh lebih parah dari semuanya itu. Bahkan, ini adalah gempa bumi dan tsunami terparah dan terbesar di dunia.

Wajaaaaaaar banget kalo kemudian pemerintah dan masyarakat jepang panik kebingungan karena bencana ini. Wajaaaaar banget kalo mereka kemudian mulai ngerasa galau, nangis2, ga tau mesti ngapain.

Bahkan untuk skala bencana sebesar ini, rasanya bisa "dimaafkan" jika stasiun-stasiun TV memasang sedikit musik latar ala lagu-lagu ebiet dan membuat video klip tangisan anak negeri yang berisi wajah-wajah korban bencana yang penuh kepiluan dan tatapan kosong tak punya harapan.

Bagaimana tidak, tsunami dan gempa bumi ini benar-benar menyapu habis seluruh kehidupan yang mereka miliki. Sangat wajar jika kemudian mereka tidak punya harapan.

Tapi apa yang terjadi pasca bencana mengerikan ini?

Dari hari pertama bencana, gw nyetel TV dan nungguin lagu-lagu ala ebiet diputar di stasiun TV. Nyari-nyari juga di mana rekening dompet bencana alam. Video klip tangisan anak negeri juga gw tunggu2in. Tiga unsur itu (lagu ala ebiet, rekening dompet bencana, video klip tangisan anak negeri), sama sekali ngga disiarkan di TV.
Jadi yang ada apaan dong?

Ini yang gw lihat di stasiun2 TV :

1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada
2. Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang bahu membahu menghadapi bencana (termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar warga di wilayah tokyo dan tohoku ngga lama-lama terkena mati lampu)
3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus melakukan pemadaman listrik terencana
4. Tips-tips menghadapi bencana alam
5. Nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam
6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang terkena bencana
7. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga yang terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar bernilai banget harganya)
8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang dibawakan dengan gaya tenang dan tidak emosional : mari berjuang sama-sama menghadapi bencana, mari kita hadapi (government official pake kata norikoeru, yang kalo diterjemahkan secara harafiah : menaiki dan melewati) dengan sepenuh hati
9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati :

*ada yang nyari istrinya, belum ketemu2, mukanya udah galau banget, tapi tetap tenang dan ngga emosional, disemangati nenek2 yang ada di tempat pengungsian : gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara. Akiramenai de (ayo kita berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu. Jangan menyerah).

Liputan tv yang informatif dan sangat berguna bukan tayangan 'lebay' dengan presenter yng 'sok' emosional. Beginilah harusnya kita menyikapi bencana yang memang tidak pernah kita diduga datangnya. Ini BUKANLAH MASALAH AZAB atau apapun tentang ramalan atau hal mistik lainnya, tapi ini adalah siklus kehidupan dan urusan MAHA KUASA dalam mengatur alam raya ini.

Namun melihat negeri sakura yang luluh lantak akibat tsunami membuat bangsa (Indonesia) ini harus banyak belajar, tak hanya dari sisi pemerintah tapi juga media massa, dan sikap masyarakat. (ini sih pendapat gw..yng mlihat tayangan NHK dan pemnberitaan di luar negeri ttg bencana tsunami dinegeri sakura).

*Tulisan di twitter : ini gempa terbesar sepanjang sejarah. Karena itu, kita mesti memberikan usaha dan cinta terbesar untuk dapat melewati bencana ini;

"Gelap sekali di Sendai, lalu ada satu titik bintang terlihat terang. Itu bintang yang sangat indah. Warga Sendai, lihatlah ke atas."

Sebagai orang Indonesia yang tidak pernah melihat cara penanganan bencana ala gambaru kayak gini, gw bener-bener merasa malu dan di saat yang bersamaan : kagum dan hormat banget sama warga dan pemerintah Jepang.

Ini negeri yang luar biasa, negeri yang sumber daya alamnya terbatas banget, negeri yang alamnya keras, tapi bisa maju luar biasa dan punya mental sekuat baja, karena : falsafah gambaru-nya itu.

Bisa dibilang, orang-orang jepang ini ngga punya apa-apa selain GAMBARU. Dan, gambaru udah lebih dari cukup untuk menghadapi segala persoalan dalam hidup.
Bener banget, kita mesti berdoa, kita mesti pasrah sama Tuhan.
Hanya, mental yang apa-apa "nyalahin" Tuhan, bilang2 ini semua kehendakNya, Tuhan marah pada umatNya, Tuhan marah melalui alam maka tanyalah pada rumput yang bergoyang... ..

I guarantee you 100 percent, selama masih mental ini yang berdiam di dalam diri kita, sampai kiamat sekalipun, gw rasa bangsa kita ngga akan bisa maju.

Kalau ditilik lebih jauh, "menyalahkan" Tuhan atas semua bencana dan persoalan hidup, sebenarnya adalah kata lain dari ngga berani bertanggungjawab terhadap hidup yang dianugerahkan Sang Pemilik Hidup.

Jika diperjelas lagi, ngga berani bertanggungjawab itu maksudnya  : lari dari masalah, ngga mau ngadepin masalah, main salah2an, ngga mau berjuang dan baru ketemu sedikit rintangan aja udah nangis manja.

Kira-kira setahun yang lalu, ada sanak keluarga yang mempertanyakan, untuk apa gw menuntut ilmu di Jepang. Ngapain ke Jepang, ngga ada gunanya, kalo mau S2 atau S3 mah, ya di eropa atau  amerika sekalian, kalo di Jepang mah nanggung. Begitulah kata beliau.

Sempat terpikir juga akan perkataannya itu, iya ya, kalo mau go international ya mestinya ke amrik atau eropa sekalian, bukannya jepang ini. Toh sama-sama asia, negeri kecil pula dan kalo ga bisa bahasa jepang, ngga akan bisa survive di sini. Sampai sempat nyesal juga,kenapa gw ngedaleminnya sastra jepang dan bukan sastra inggris atau sastra barat lainnya. Tapi sekarang, gw bisa bilang dengan yakin  sama sanak keluarga yang menyatakan ngga ada gunanya gw nuntut ilmu di jepang. Pernyataan beliau adalah salah sepenuhnya.

Mental gambaru itu yang paling megang adalah jepang. Dan menjadikan mental gambaru sebagai way of life adalah lebih berharga daripada go international dan sejenisnya itu.

Benar, sastra jepang, gender dan sejenisnya itu, bisa dipelajari di mana saja. Tapi, semangat juang dan mental untuk tetap berjuang abis-abisan biar udah ngga ada jalan, gw rasa, salah satu tempat yang ideal untuk memahami semua itu adalah di jepang.

Dan gw bersyukur ada di sini, saat ini. Maka, mulai hari ini, jika gw mendengar kata gambaru, entah di kampus, di mall, di iklan-iklan TV, di supermarket, di sekolahnya joanna atau di mana pun itu, gw tidak akan lagi merasa muak jiwa raga.

Sebaliknya, gw akan berucap dengan rendah hati :
"Indonesia jin no watashi ni gambaru no seishin to imi wo oshietekudasatte, kokoro kara kansha itashimasu. Nihon jin no minasan no yoo ni, gambaru seishin wo mi ni tsukeraremasu yoo ni, hibi gambatteikitai to omoimasu."
(Saya ucapkan terima kasih dari dasar hati saya karena telah mengajarkan arti dan mental gambaru bagi saya, seorang Indonesia. Saya akan berjuang tiap hari, agar mental gambaru merasuk dalam diri saya, seperti kalian semuanya, orang-orang Jepang).

So,Say YES to GAMBARU!



Rabu, 26 Januari 2011

Jangan Bicara Cinta

Jangan bicarakan cinta
Biarkan aku bernafas
Biarkan aku terlepas
Aku lelah berlari dan mencari

Jangan bicarakan cinta
Aku bosan dengan ungkapan rasa
Aku bosan dengan sensasinya
Aku lelah merasa dan dirasa

Jangan bicarakan cinta
Biarkan rasa itu hilang
Biarkan rasa itu terbang
Aku lelah bertahan dalam rasa

Jangan bicarakan cinta
Karena cinta saja tak cukup
Karena cinta tak slalu kuat
Aku lelah dan kini menyerah

Aku mohon, jangan bicarakan cinta
Hingga aku siap kembali padanya
Bicara dengan kata
Bicara dalam rasa
Bicarakan cinta




# Tulisan ini dibuat saat sedang patah hati, tulisan ini tidak akan sama saat aku jatuh cinta lagi, nanti.....



Wiwietz
26 Januari 2011

Senin, 17 Januari 2011

Pengamen Cilik Metromini

Aku selalu menyukai perjalanan ku menuju Forbik. Banyak hal-hal yang berhubungan dengan “manusia” yang bisa ku perhatikan. Entah sejak kapan menyukai ini, tapi aku bersyukur masih memiliki hati “manusia”. Hari ini sama seperti hari minggu yang sebelumnya, aku berangkat menuju Forbik yang berada di Kramat Senen menggunakan bus umum Metromini 07.

Sekitar setengah jam yang lalu, seorang teman sudah mengirim sms yang isinya menanyakan posisi ku, padahal aku belum keluar 1 langkah pun dari rumah :D. Begitu naik angkutan jurusan Semper-Senen ini, aku pilih duduk di kursi paling belakang karena beberapa alasan, salah satunya menghindari pencopet, karena beberapa bulan lalu aku dipaksa berpisah dengan Sony Ericsson K310-ku karena dicopet dalam bus Metromini ini. Menurutku, dengan duduk dibelakang jadi lebih bisa memperhatikan tingkah orang-orang yang mencurigakan.

Menaiki kendaraan metromini sebenarnya jauh dari nyaman, suaranya bising, kotor, bau, banyak copet dan supirnya lebih banyak ngasal  daripada benernya saat menyetir bus yang sudah lapuk ini. Tapi apa boleh buat, hanya bus inilah yang mengantarkan aku ke Forbik, selain itu ongkosnya pun lumayan murah, jauh dekat hanya 2 ribu perak. Berbeda jika harus naik Taksi, yang sama siapnya mengantarkan aku dengan lebih safety dan nyaman, tapi biayanya yang bikin gak nyaman :D.

Lima belas menit perjalanan, sekitar daerah Pertamina naik seorang pengamen cilik. Dia berdiri di depan, bernyanyi sambil menepuk-nepuk kedua tangannya sebagai irama pengiring. Aku tak bisa melihat tubuhnya yang kecil karena banyak penumpang lain yang tidak dapat tempat duduk berdiri menutupinya, tapi suara nyanyiannya terdengar samar-samar karena dipaksa beradu dengan kebisingan mesin bus ini. Entah lagu apa yang dinyanyikan pengamen cilik itu. Tidak lama suaranya terhenti, ternyata lagunya sudah selesai, dia mulai berjalan menyusuri tempat duduk penumpang satu-persatu untuk meminta recehan.

Tiba dia dibelakang, aku belum menyiapkan recehan untuk ku berikan padanya tapi dia tidak menadahkan tangannya ke arah ku. Dia berdiri didepan pintu bus dengan wajah lesu, mungkin uang recehanya hanya sedikit yang didapatkan. Ku kira dia mau langsung turun, buru-buru ku rogoh kantong jeans meraih uang untuk ku berikan padanya. “Adek, ini buat kamu,” kata ku. Dia meraihnya dan mengucapkan terima kasih. Usianya sekitar 6-7 tahunan, seumuran dengan keponakanku, Tata. "Ahh, bagaimana mungkin anak sekecil itu sudah mencari uang dijalanan," pikirku dalam hati. Ternyata pemberhentiannya masih lama karena beberapa kali bus berhenti dia belum turun juga. Sepanjang perjalanan dia berdiri dipintu bus dan sesekali memperhatikan uang yang tadi ku berikan, lalu dipegangnya erat-erat.

Sebelum lampu merah Cempaka Mas, seorang penumpang disebelah ku turun, lalu aku memanggil bocah itu untuk duduk disebelahku. “Adek, sini duduk,” kataku, lalu dengan susah payah karena bus masih melaju dia berusaha duduk, ku pegang tangannya dan membantunya sampai duduk. Setelahnya ku ajak dia mengobrol.

“Kamu sekolah gak?” tanya ku.
“Sekolah mbak” jawabnya
“Kelas berapa?”
“Kelas dua SD”
“Hmm.. rumahmu dimana dek?”
“Disitu” (sambil menunjuk ke arah luar)
“Ohh, Pedongkelan ya?”
Lalu dijawabnya dengan menggangguk.

“Tinggalnya masih sama orang tua?”
“Iya”
“Sama Ibu Bapak?”
“Sama Ibu aja, saya anak yatim mbak”
“Ohh...”

Tiba di halte Cempaka Mas, dia pamit turun.

“Saya tinggalin dulu ya, Mbak”
“Iya, hati-hati ya dek”

Lalu dia turun dan berlari kecil menaiki jembatan penyebrangan busway. Sayangnya sampai kami berpisah, aku lupa menanyakan nama bocah pengamen cilik itu.






Wiwietz
16 Januari 2011